Ketika Bos PTBA Bicara Proyek Green Energy, Tanda Apakah Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah perusahaan energi kelas dunia beramai-ramai beralih ke proyek energi baru dan terbarukan, termasuk Indonesia. Bahkan, pengembangan produk EBT ini bukan hanya dijalankan oleh perusahaan minyak dan gas bumi, tapi juga perusahaan batu bara.

Salah satu perusahaan batu bara nasional yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kini juga berencana mengembangkan proyek energi baru dan terbarukan, seperti gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin mengatakan PTBA tertarik untuk masuk ke proyek EBT melalui pembangunan PLTS karena besarnya potensi energi surya yakni sekitar 207,8 giga watt (GW) dari total potensi EBT yang mencapai 417,8 GW.

Arviyan menyebut bahwa PTBA memiliki lahan bekas tambang yang besar dan bisa digunakan untuk pembangunan proyek PLTS. Dia menyebut, PTBA memiliki lahan bekas tambang bisa sampai 100.000 hektar (Ha), di Ombilin, Sumatera Barat sekitar 1.000 Ha dan Tanjung Enim, Sumatera Selatan sekitar 95.000 Ha.

“PTBA punya lahan yang luas bekas tambang. Kita sudah siapkan kembangkan pembangkitnya. Di Ombilin kita punya 2.000 Ha. Katakanlah kita operasikan 1.000 Ha (untuk PLTS), maka ada potensi 1.000 MW (listrik). Di Tanjung Enim area pasca tambang 95.000 Ha, kalau kita bisa pakai 5.000 Ha sudah 5.000 MW,” jelasnya dalam acara “Tempo Energy Day 2020: Potret Energi Indonesia, Rabu (21/10/2020).

Selain di lahan bekas tambang, PTBA juga akan melakukan kerja sama dengan Jasa Marga untuk mengembangkan PLTS di jalan tol. Pemanfaatan jalan tol untuk PLTS menurutnya sudah banyak dimanfaatkan negara-negara Eropa.

“Kerja sama dengan Jasa Marga, manfaatkan area bangun panel surya. Sejalan dengan visi PTBA, tidak mau tergantung batu bara untuk jamin bisnis ke depan,” paparnya.

Selain itu, tenaga surya juga akan dikembangkan di bandara. PTBA akan menggandeng PT Angkasa Pura II untuk membangun PLTS skala kecil di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Selain itu, pihaknya juga sedang menjajaki kerja sama dengan bandara lainnya.

“Kita mulai di Angkasa Pura, PLTS skala kecil di airport Cengkareng, sudah laksanakan dan resmikan tenaga surya. PTBA jajaki dengan airport lain,” tuturnya.

Selain proyek PLTS, pihaknya juga tengah mengkaji proyek gasifikasi batu bara menjadi DME. Melalui hilirisasi, menurutnya nilai tambah batu bara bisa lima kali lebih tinggi.

“Nah yang harus kita lakukan sekarang adalah hilirisasi batu bara harus jalan. Tadinya, hanya PLTU buat nilai tambah. Di China dan negara maju lainnya, nilai tambah dengan mengolah menjadi DME,” tuturnya.

Proyek DME ini berguna untuk mengurangi ketergantungan Indonesia dari impor LPG. Terkait gasifikasi batu bara ini, PTBA bekerja sama dengan Air Products, perusahaan asal Amerika Serikat, dan PT Pertamina (Persero).

Perjanjian kerja sama sudah diteken pada 2019, kemudian pada 2020 dilanjutkan dengan tahap rancangan engineering lebih detail untuk persiapan pembangunan pabrik Coal to Chemicals (DME), termasuk mempersiapkan hal terkait pra-konstruksi pembangunan pabrik.

Pabrik ini ditargetkan mulai berproduksi komersial pada 2025 dengan konsumsi batu bara sekitar 6 juta ton per tahun selama minimal 20 tahun, untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahunnya.

Click here for link (Ketika Bos PTBA Bicara Proyek Green Energy, Tanda Apakah Ini?)
Click here for download article (Ketika Bos PTBA Bicara Proyek Green Energy, Tanda Apakah Ini?)